Rabu, 17 Oktober 2018

Edit

Anak Tidak Bisa Kaya karena Orangtua Salah Menasehati

https://infosugeng.blogspot.com/2018/10/anak-tidak-bisa-kaya-karena-orangtua.html

Anak Tidak Bisa Kaya karena Orangtua Salah Menasehati

Orangtua tentu sayang pada anak. Kita ingin anak bisa hidup bahagia. Salah satu cara untuk mencapai tujuan ini adalah dengan mengajari anak hal-hal positif, misalnya hidup hemat.
Saya mengamati, dan juga saya temukan pada beberapa klien, alasan mereka sulit sukses di aspek finansial adalah karena orangtua salah mendidik. Tujuan orangtua baik dan benar namun sayang caranya yang salah.

Ini satu contoh. Orangtua yang anaknya terbiasa hidup boros, kurang menghargai, tidak bisa menjaga atau merawat barang miliknya biasanya akan menegur si anak. Plus... anak diberi nasehat (baca: sugesti) dengan harapan bisa sadar atau berubah seperti yang diharapkan orangtua.
Orangtua sering berkata, "Jangan boros.... cari uang susah. Kita perlu menabung karena kalau sewaktu-waktu ada musibah atau keperluan mendadak, kita punya simpanan."

Ada lagi yang berkata pada anaknya, "Kalau kamu boros seperti ini terus.., nanti hidupmu pasti susah. Kamu bisa bangkrut. Jaman sekarang ini cari uang susah."
Bisa dibayangkan apa yang akan terjadi bila anak sering-sering mendapat sugesti ini? Terjadilah seperti yang disugestikan. Your wish is my command.

Sekali lagi, tujuan orangtua sangat baik. Namun, caranya salah. Tanpa disadari orangtua telah memberi sugesti negatif yang nantinya akan sangat memengaruhi hidup anaknya.
Kemungkinan yang terjadi pada diri anak akibat nasehat di atas antara lain:
  • Anak tetap boros
  • Ia akan sulit cari uang
  • Kalau berhasil mendapatkan uang, pasti akan terjadi sesuatu/musibah yang mengakibatkan uang yang telah ia kumpulkan habis.
  • Anak hidupnya susah.
  • Anak bangkrut.
Lalu bagaimana cara yang lebih baik untuk menasehati anak?
Gunakan kalimat positif. Katakan yang Anda inginkan terjadi, bukan apa yang tidak Anda inginkan terjadi.

Dengan demikian kalimat di atas bisa diganti menjadi: Nak...cari uang memang mudah. Dan kita perlu menghargai uang dengan memperlakukan mereka dengan baik dan hormat. Gunakan uang untuk membeli barang yang kita butuhkan, bukan sekedar yang kita inginkan.

Di sisi lain, ukuran boros setiap orang tidak ditentukan oleh barang yang dibeli atau besarnya pengeluaran. Ukuran boros lebih ditentukan oleh berapa jumlah uang yang dibelanjakan dibandingkan dengan penghasilan.

Bila misalnya seseorang punya penghasilan Rp. 1 juta dan sebulan ia membelanjakan Rp. 100.000, ini tentu tidak boros karena hanya 10% dari penghasilan.

Bila ia membelanjakan sebulan Rp. 5 juta untuk senang-senang, apakah ia boros?

Belum tentu. Lihat berapa penghasilannya. Bila ia punya penghasilan sampai Rp. 25 juta per bulan, nilai Rp. 5 juta bukanlah sesuatu yang besar karena hanya 20% dari penghasilan.

Boros juga ditentukan apakah barang yang dibeli berdasar kebutuhan atau keinginan. Bila memang dibutuhkan dan masih dalam batas wajar rasio pengeluaran berbanding penghasilan maka ini tidak boros. Namun bila barang yang dibeli hanya berdasar keinginan, bukan kebutuhan, ini masuk kategori boros.

Saya lebih menyarankan orangtua untuk mendorong anak meningkatkan penghasilan dan mengendalikan pengeluaran dengan bijak. Artinya, tentukan prosentase yang bijak antara penghasilan dan pengeluaran. Semakin besar penghasilan maka semakin besar pengeluaran yang boleh dilakukan, tentu untuk hal-hal yang dibutuhkan.